This is an official blog of Adventurer Rural design project (ARD project), a participative village mapping and planning project that held by 3 students of Urban and Regional Planning program of Gadjah Mada University under KAYON Foundation. The project is taking place in Geluntung village, Marga, Tabanan, Bali. Mapping process is participative which involved village apparatus, youths, and kids. All written in this blog is the progress during the practical study.

Wednesday, October 8, 2008

GeluntunGustusan part 1

16.08.2008

Rencana perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia di Desa Geluntung diawali dengan pertemuan muda-mudi STT di Kubu Siar pada Sabtu malam 9 Agustus 2008. Bli Agung mengumpulkan para pemuda tersebut menggunakan media siaran radio. Alhasil, malam itu Roemah KAYON mendadak menjadi ramai dipenuhi anak-anak dan remaja. Semuanya bersemangat menyusun rencana acara 17an di Desa Geluntung.

Rapat yang diselenggarakan secara informal, santai tapi tetap serius, ini diawali dengan brainstorming mengenai acara dan lomba apa saja yang akan diselenggarakan, setelah itu dilanjutkan dengan materi DOA (duit, orang, alat)oleh Bli Agung. Duit, yaitu sumber dana untuk membiayai seluruh kebutuhan acara, selain itu juga ada sumbangan-sumbangan lain yang berbentuk barang baik yang digunakan dalam lomba maupun sebagai hadiah lomba-lomba tersebut. Orang, yaitu tim panitia secara sukarela menyumbangkan pikiran dan tenaganya untuk kelangsungan acara. Alat, yaitu segala peralatan yang dibutuhkan dalam jalannya acara.

Para pemuda sangat antusias dalam menyusun rencana acara 17 Agustus ini. Terlihat dari banyaknya ide-ide yang dilontarkan oleh mereka malam itu. Tim ARD tidak kalah semangat dengan pemuda-pemudi desa, kami juga ikut melibatkan diri dalam rangkaian kegiatan ini. Inilah rangkaian acaranya:

16 Agustus 2008
• Trekking/jalan santai berkeliling Desa Geluntung
• Lomba Makan Mie
• Lomba ‘Ngejuk Lindung’ (menangkap belut)
• Membuat layang-layang

17 Agustus 2008
• Lomba Futsal
• Layangan cita-cita
• Lomba Junjung Botol
• Lomba Lari Kelereng
• Lomba Lari Karung
• Lomba Dorong Bambu
• Panjat Pinang

Selama 1 minggu sebelum 17 Agustus, panitia mempersiapkan segala kebutuhan acara, seperti alat-alat dan hadiah. Selain itu, panitia juga mensosialisasikan rangkaian acara menyambut hari kemerdekaan ini melalui radio Geluntung FM dan selebaran run-down acara yang sudah disebar di beberapa lokasi strategis, seperti bale banjar, warung, counter pulsa dan toko.

Setelah seminggu persiapan, akhirnya tiba hari H pelaksanaan acara.

Tanggal 16 Agustus 2008 pagi, kami berkeliling menempelkan peta banjar (hasil digitasi tim ARD-red) di setiap bale banjar. Kemudian mengecek rute trekking yang akan dilewati sorenya. Rute trekking yang akan ditempuh tidak lain adalah rute yang pernah kami lalui saat trekking pemetaan. Setelah lokasi trekking fixed, kami menuju ke bale Banjar Kikik untuk mendekorasi lokasi START trekking dan memasang radio pada gelombang 107,00 MHz agar dapat menyiarkan jalannya acara secara langsung (live). Selain menyusun dekorasi, tim ARD juga menyempatkan untuk mengecek jarak dari gapura banjar sampai ke bale banjar dan ujung jalan lingkungan Banjar Kikik.


(menyiapkan peta dan headband)


(memasang START point di bale banjar Kikik)


(mendekorasi bale banjar Geluntung Kaja)

TREKKING / JALAN SANTAI

Menjelang sore hari, sekitar pukul 14.30, bale-bale banjar sudah ramai, masyarakat terlihat antusias mengikuti jalan santai, terutama anak-anak. Mereka berpakaian seragam olah raga lengkap dengan membawa bekal perjalanan seperti air minum dan roti/biskuit. Panitia membagikan ikat kepala/ head band kepada peserta dan nomor untuk door prize.


(membagikan headband dan nomor doorprize)

Pukul 15.00, rombongan dari posisi START (bale Banjar Kikik) memulai perjalanan. Bapak Kepala Desa, I Wayan Wedra, memotong pita untuk menandai secara simbolis dimulainya acara trekking / jalan santai. Rombongan pertama ini jalan menuju bale Banjar Geluntung Kelod dan diteruskan ke Geluntung Kaja. Anak-anak SD membentangkan peta Desa Geluntung (hasil digitasi tim ARD-red) dan membawanya berkeliling desa.


(anak-anak mengarak peta dan mengukur jarak)


Rombongan ini terus bertambah, beberapa warga yang memilih menunggu di depan rumahnya mulai bergabung mengikuti jalan santai. Panas matahari sore tidak mengalahkan semangat mereka untuk menjelajahi desa.


(Pak Kepala Desa tetap semangat mengikuti trekking)

Kemudian rombongan menuju utara, perbatasan Desa Geluntung dengan Desa Petiga, menyeberangi sungai kecil di Tibu Sasah, melewati sawah-sawah, dan tembus di bale Subak Umabali. Dari bale subak, rombongan kemudian berjalan melewati hamparan kebun dan sawah yang luas di Umabali Ancut.



(pemandangan di Alas Perean)

Kemudian rombongan juga melewati Bale Banjar Alas Perean lalu perjalanan diteruskan melewati Pura Bale Agung Umakaang. Pemandangan sore hari di Alas Pere sungguh indah, hamparan sawah yang hijau diterangi sinar matahari sore yang kontras. Setelah melewati pematang sawah, peserta melewati sungai kecil yang kedalamannya mencapai lutut orang dewasa. Oleh karena itu, peserta anak-anak harus digendong oleh peserta dewasa. Rombongan tiba di beji Banjar Kikik kemudian perjalanan berakhir di Setra Lapangan Geluntung Kelod. Di lapangan ini, para peserta trekking beristirahat dan diadakan pengambilan undian door prize.


(istirahat di lapangan setra)


(anak-anak antusias membaca peta)

Diadakannya trekking/jalan santai ini bertujuan agar warga desa Geluntung, tua maupun muda, bisa lebih mengenali desanya sehingga diharapkan nantinya warga desa bisa lebih respect terhadap lingkungan desanya. Selain itu, dalam kegiatan ini, juga disosialisasikan hasil pemetaan tim ARD dengan diaraknya peta desa dan rute yang dipilih adalah batas-batas desa seperti yang pernah dilalui saat trekking pemetaan.


(panitia berpose dengan peta)

LOMBA-LOMBA

Malam harinya, setelah semua membersihkan badan dan istirahat, acara dilanjutkan dengan lomba-lomba. Acara ini diadakan di bale Banjar Geluntung Kaja.


(panitia menyiapkan lomba makan mie)

Lomba pertama adalah lomba MAKAN MIE. Lomba ini diikuti oleh anak-anak laki-laki dan perempuan. Peraturannya, peserta dihadapkan dengan sepiring mie, posisi duduk dan tangan diikat. Yang menjadi pemenang adalah yang terepat menghabiskan sepiring mie tersebut. Uniknya lomba ini adalah mie yang disajikan tidak diberi bumbu, hanya diberi beberapa potongan cabe, sehingga rasanya pedas.


(lomba makan mie anak putra)


(lomba makan mie anak putri)

Anak-anak yang mengikuti lomba ini mengaku tidak menyangka rasanya akan seperti itu, sehingga banyak yang kepedasan. Tapi mereka tetap semangat. Dan karena mie yang disediakan masih sisa, maka peserta lomba ditambah dengan remaja putra.

Setelah lomba makan mie, perlombaan dilanjutkan dengan lomba ’NGEJUK LINDUNG / menangkap belut. Peserta lomba ini adalah para ibu. Lomba dimulai dengan melepaskan belut-belut di tengah bale banjar, kemudian ibu-ibu tersebut menangkap dan mengumpulkannya dalam satu ember. Lomba ini cukup seru karena kesulitan mengangkap belut-belut yang licin dan lincah.


(suasana meriah ibu-ibu mengikuti lomba ngejuk lindung)


(juri menghitung belut yang berhasil dikumpulkan ibu-ibu)

Selesai lomba Ngejuk Lindung, acara dilanjutkan dengan membuat layang-layang oleh anak-anak. Anak-anak laki-laki usia 7-12 tahun yang mengikuti lomba ini terlihat sangat antusias. Mereka membuat layang-layang dengan berbagai bentuk, namun warna tetap sama, merah dan putih. Layang-layang yang dibuat malam itu akan dinaikkan keesokan harinya.

Friday, September 19, 2008

Trekking Geluntung Kaja



10.08.2008

Trekking dan Mapping kali ini mengambil lokasi di kawasan Banjar Geluntung Kaja. Rombongan trekking terdiri dari tim ARD, anak-anak dari Geluntung Kaja serta perwakilan dari STT (Eka, Ngawan, Komeng, Coolin).Kami memulai perjalanan sekitar jam 8 pagi menuju batas Selatan dari Banjar Geluntung Kaja, yaitu wilayah Banjar Geluntung Kelod. Pengambilan koordinat pertama dilakukan di batas rumah antara Banjar Geluntung Kaja dan Geluntung Kelod.


(memulai perjalanan)

Trekking kemudian dilanjutkan dengan mnyusuri jalan utama Desa Geluntung menuju ke arah Utara. Rombongan lalu berbelok ke arah Gang Tua untuk mencatat koordinat di kawasan tersebut. Kami lalu melanjutkan pencatatan pada titik triangulasi di depan Pura Puseh. Banjar Geluntung Kaja termasuk satu dari lima banjar yang ada di Desa Geluntung, dengan penduduk 626 jiwa. Jumlah tersebut meliputi KK Adat sebanyak 150 KK dan KK Dinas sebanyak 182 KK.


(titik triangulasi)

Perjalanan selanjutnya berfokus pada titik-titik koordinat di sepanjang Jalan Wisnu-Marga yang masih masuk dalam wilayah Desa Geluntung. Kami pun tiba di Bale Subak Buluh dan segera melakukan pencatatan koordinat serta melakukan wawancara singkat bersama Pekaseh yang bersangkutan mengenai rincian pembagian air di subak tersebut. Di sepanjang perjalanan kami banyak menjumpai pembagi air seperti di Bale Subak Buluh. Kami juga sempat menyaksikan gerombolan burung Kokokan yang sedang mencari makan di areal persawahan yang sedang dibajak.


(jalan Wisnu-Marga)


(di pembagi air Subak Buluh)


(rombongan burung kokoan)


Penyusuran koordinat di sepanjang Jalan Wisnu-Marga berakhir di Pal Batas serta Pelinggih di batas Desa geluntung dengan Desa Petiga. Konon Pelinggih di wilayah itu didirikan sebagai pengganti pohon Pole besar yang pernah tumbuh di sana. Kami lalu berbalik arah dan menyusuri area persawahan Geluntung Kaja yang berbatasan dengan Umabali. Kami semua menyusuri pematang area persawahan dan turun menuju Tibu Sasah. Beberapa dari anggota rombongan menyempatkan diri minum dari selang kecil yang dipasang pada pipa air di lokasi Tibu Sasah, sementara anak-anak kecil bermain dan menyeberangi aliran sungai yang saat itu tidak terlalu deras. Sembari menuruni tebing kecil di menuju Tibu sasah, kami juga melakukan pengukuran ketinggian secara manual dengan bantuan alat ukur berupa meteran. Pengukuran manual menunjukkan selisih ketinggian dari tebing atas menuju tibu sebesar 5, 8 meter. Hasil pengukuran manual ini akan digunakan sebagai komparasi/pembanding data ketinggian dari GPS Nokia Navigator. Pencatatan dilanjutkan dengan mengukur debit air dari beji di Tibu Sasah tersebut. Ternyata aliran air di beji tersebut menyimpan total potensi air sebesar 394 mL per detik.


(minum di pipa)


(Tibu Sasah)


(pengukuran debit air di beji)

Pencatatan koordinat dilanjutkan ke jembatan yang menjadi batas Desa Geluntung dengan Desa Marga. Menjelang tengah hari rombongan beristirahat di Warung Bu Bagus sembari mengisi perut. Pemberhentian ini juga dimanfaatkan untuk penandatanganan peta sebagai bukti keikutsertaan dalam proses trekking dan pemetaan (maping).


(klian dinas banjar Geluntung Kaja menandatangani peta trekking)


(istirahat di warung Bu Bagus)

Setelah selesai beristirahat, perjalanan lalu dilanjutkan ke arah batas selatan Banjar Tua. Perjalanan hari itu berakhir menjelang sore hari di halaman belakang Rumah Kayon.

Trekking Banjar Kikik

03 Agustus 2008

Kami mengawali pagi ini dengan semangat, semalam kami dan teman-teman di Geluntung (Ayu, Puri, Eka dan Ngawan) sudah antusias untuk menyambut kegiatan trekking hari ini. Minggu lalu kami tidak melakukan kegiatan trekking pemetaan karena ada upacara agung di bale banjar Geluntung Kaja (di depan Roemah KAYON). Upacara ini merupakan puncak dari rangkaian upacara Melaspas, Mendem Pedagingan lan Ngenteg Linggih.

Pagi-pagi, waktu masih menunjukkan pukul 05.30, Atrid dan Rani sudah naik ke Kubu Siar untuk membangunkan teman-teman (ada Danar, Eka dan Ngawan). Setelah itu, kami segera menuju ke warung bubur untuk mengisi tenaga.

Setelah menyantap sarapan pagi, kami pun segera pulang ke Roemah KAYON dan bersiap-siap. Peralatan wajib yang harus kami bawa untuk pemetaan antara lain: print-out foto udara, GPS (Nokia Navigator-nya Eka), meteran, kompas, botol air (untuk mengukur debit air), dan alat-alat dokumentasi (handycam dan camera digital). Setelah semuanya lengkap, kami pun segera menuju Kubu Siar untuk briefing dengan Bli Agung.


(suasana briefing di Kubu Siar)

Moda transportasi trekking kami hari ini dibagi menjadi bersepeda motor dan jalan kaki ^_^, hal ini disebabkan karena areal yang akan kami jelajahi cukup luas, mencakup 2 banjar, yaitu banjar Kikik dan Geluntung Kelod. Dan rute yang akan kami tempuh melewati medan yang off-road. Oleh karena itu perlu dipersiapkan rute yang paling efisien. Selain itu, Bli Agung juga mengingatkan kembali pada tugas utama kami, yaitu pemetaan kondisi eksisting dan potensi fisik & lingkungan, sosial, dan ekonomi serta desain untuk rural development.


(partisipan menandatangani peta sebelum berangkat, Eka mewakili sekehe teruna)

Pukul 08.30, kami pun segera berangkat. Atrid dan Eka meluncur ke jembatan (perbatasan Desa Geluntung dengan Banjar Tengah-Desa Marga) untuk mengecek koordinat, dan disusul oleh yang lainnya dengan jalan kaki. Rani dan Danar ikut dalam rombongan yang berjalan kaki, mereka mengamati lingkungan sekitar seperti sistem drainase yang dipenuhi sampah, kegiatan-kegiatan ekonomi warga, seperti warung, toko, dan counter pulsa/seluler.


(berkumpul di lapangan)

Kemudian kami berkumpul di lapangan, di situ Bli Agung menjelaskan metode pengukuran tinggi pohon. Beliau menawarkan kami untuk memperkirakan tinggi pohon kelapa di seberang lapangan. Kemudian Ayu diminta menjadi contoh, dia berdiri di bawah pohon kelapa tersebut, kemudian seutas tali diikatkan pada ketinggian yang sama dengan tinggi badan Ayu dan Danar menandai penggaris dengan spidol pada angka 1 centimeter, lalu mencocokkannya dengan tinggi tali yang diikatkan, kemudian melihat titik tertinggi pohon di penggaris, maka tinggi pohon ditemukan 19 meter.

Kegiatan ini dapat menjadi wahana belajar yang sederhana, dengan peralatan sederhana kita dapat mengetahui ukuran benda, misalnya untuk mengukur tinggi pohon, kita cukup perlu penggaris panjang dan seutas tali, tanpa kita harus memanjat pohon tersebut. Hal yang sama juga dapat dilakukan untuk mengukur ketinggian tempat.

Perjalanan dilanjutkan dengan memasuki wilayah banjar Kikik. Kami dipandu oleh klian banjar Kikik, Bapak Wayan Ruta, menuju ke beji (mata air) yang terletak di tepi sungai kecil. Disana kami menghitung debit air yang mengalir dari pancuran, dari sini ditemukan hasil penghitungan kecepatan air sebesar 600 ml per 4 detik atau 150 ml/detik. Potensi listrik tenaga air dapat dihasilkan dari pancuran di beji ini.


(mengukur debit air di beji Saren Kauh)


(mengukur panjang jalan dari jalan lingkungan ke beji Sarin Kauh)

Setelah itu pengukuran dilanjutkan dengan mengukur panjang jalan dari beji menuju jalan lingkungan Banjar Kikik. Sepanjang jalan ini merupakan jalur pengambilan air suci untuk sembahyang, sehingga dimungkinkan untuk dilakukan perbaikan kondisi jalan dan adanya penerangan jalan.

Pemetaan dilanjutkan dengan menyusuri jalan lingkungan yang merupakan jalan utama Banjar Kikik, kemudian transit sejenak di bale banjar, dan kembali melanjutkan perjalanan.


(bale banjar Kikik)

Disini ditemukan beberapa potensi ruang selain potensi energi listrik. Potensi ruang ini misalnya ruang untuk memarkir sepeda atau sepeda listrik di dekat Bale Banjar. Ide ini muncul berawal dari keprihatinan kami melihat banyaknya anak sekolah yang menggunakan sepeda motor untuk pergi ke sekolah. Di Desa Geluntung pada umumnya telah terjadi perubahan pola perjalanan menuju ke sekolah. Pada jaman dulu, ada jalan tembus yang dimanfaatkan masyarakat untuk jalur berjalan kaki menuju ke sekolah (SMP 1 Marga), akan tetapi sekarang ini jalan tersebut sudah jarang dilalui karena medan yang ditempuh cukup jauh, sehingga anak sekolah lebih banyak memanfaatkan kendaraan sepeda motor untuk ke sekolah, padahal anak seumuran mereka belum memperoleh surat izin mengemudi dan resiko kecelakaan juga cukup besar. Oleh karena itu, ide “park and walk” cukup didukung oleh adanya ruang di sini.


(dengan Klian Banjar Kikik, Bapak Wayan Ruta)

Pada trekking pemetaan ini, kami mencoba menelusuri jalan tembus yang dulu sering dimanfaatkan anak-anak untuk berjalan kaki ke sekolah.
Dan mulailah petualangan off-road kami.

Di ujung jalan lingkungan banjar Kikik, kami pun harus turun ke jalan tanah menuju hutan, hutan inilah yang menjadi batas banjar Kikik (Desa Geluntung) dengan Desa Marga. Di sana rombongan kami terpencar, Ngawan, Colin, dan anak-anak kecil sudah melaju lebih dulu di depan sedangkan kami masih melakukan pengecekan koordinat di beberapa titik.

Kami berjalan menyusuri jalan tanah, kemudian jalan terputus oleh aliran sungai kecil. Kami menyeberangi sungai seraya mengukur lebar sungai kecil tersebut. Lalu trekking berlanjut, kami menerobos pepohonan di hutan, melewati keramba dan jembatan bambu kemudian menemukan jalan buntu. Rombongan pun berbalik menyeberangi jembatan.


(menyeberangi sungai kecil)


(mengukur lebar sungai kecil untuk merencanakan jembatan bambu)

Rute yang telah kami rencanakan berubah, beberapa jalan yang dikenal oleh peserta trekking ternyata sudah berubah dari yang mereka ingat. Jalan inilah yang dulu sering digunakan untuk berjalan kaki menuju ke sekolah mereka. Perubahan yang paling mencolok adalah berpindahnya tegalan di Desa Marga ke tangan investor yang akan mendirikan hotel/vila. Hal ini sudah terlihat dari beberapa truk dan escavator untuk mengeruk tanah. Akibatnya, jalan yang dulunya berupa tegalan dan dapat dilalui dengan lancar, harus ditempuh dengan susah payah.

Rombongan kami sempat terpencar dan setelah berputar-putar akhirnya kami menemukan jalan tembus ke SMP No.1 Marga dan jalan utama Banjar Tengah (Desa Marga). Perjalanan kami pun berakhir di Jero Tusian, rumah keluarga besar Rani.


(bergaya di Jero Tusian)

Trekking Alas Perean

20 Juli 2008

Banjar Adat Alas Perean berada di Banjar Dinas Geluntung Kelod. Trekking pemetaan dimulai dari perbatasan Alas Perean dengan Banjar Geluntung Kaja, tepatnya di titik 8° 27’ 26” LS dan 115° 10’ 16” BT, titik koordinat ini merupakan hasil verifikasi di lapangan dari foto satelit wikimapia, yang dilakukan menggunakan fitur Global Positioning System (GPS) Nokia Navigator milik rekan kami, Eka.


(pemandangan yang hijau di Alas Perean)

Banjar ini memiliki pemandangan yang indah berupa hamparan sawah yang hijau, lanskap persawahan, dan kontur area dengan ketinggian yang bermacam-macam. Hal ini menjadikan potensi ruang yang sangat cocok dengan konsep “viewture village”, yang coba kami angkat dan akan kembangkan di Desa Geluntung ini. Beberapa potensi energi alternatif ramah lingkungan juga banyak ditemukan di banjar ini. Potensi energi ini berupa energi listrik tenaga air (pico hydro) yang kami dan peserta trekking temukan antara lain:
a) Mata air (beji) Pancoran Duren, yang diukur oleh rekan kami, Colin dan Ngawan, memiliki volume aliran 1 liter/detik dan 0,75 liter/detik.
b) Pancoran Tegal Pak Meri ,memiliki volume aliran 0,75 liter/detik


(Pancoran Tegal Pak Meri)


(beji Pancoran Duren)


(anak-anak membersihkan sampah plastik di sekitar pancoran)

Potensi energi listrik tenaga air ini masih perlu lagi dihitung ketinggian pancuran air dari permukaan tanah, sehingga nantinya dapat dihitung energi potensialnya. Misalnya untuk menghasilkan daya listrik sebesar 100 Watt, ternyata membutuhkan air 5 - 6 liter per detik, dengan selisih ketinggian minimal 3 meter.


(pengukuran debit air, model: Colin)


(ukur selisih ketinggian dari sawah ke sumber air, model: Ngawan)

Setelah menghitung potensi lingkungan di beberapa titik, kami menelusuri subak-subak yang menjadi lanskap utama banjar ini. Penelusuran subak-subak ini dibantu oleh Kelian Adat Pak Made Wetru, Pak Wayan Wetra, Pak Wayan Rantam, dan Pak Ketut Wartama, sebagai masyarakat Banjar Adat Alas Perean. Kami dijelaskan kepemilikan subak di banjar ini dan beberapa dari subak yang ada juga menjadi batas wilayah banjar ini dengan banjar lain baik yang masih satu desa maupun yang berlainan desa.


(checking batas desa)

Subak-subak di Banjar Adat Alas Perean ini dipimpin oleh kelian subak (pekaseh) subak Banjar Uma Bali. Pekaseh subak Uma Bali ternyata memimpin subak di beberapa banjar, antara lain:
1) Subak Uma Bali,
2) Subak Umakaang Kaja,
3) Subak Umakaang Kelod (Klaci),
4) Subak Alas Perean,
5) Subak Sendang Rapuh (Ole).

Trekking dan pemetaan ini juga tidak lupa mengukur jalan subak, jembatan, tutup saluran air, dan campuhan (pertemuan dua sungai). Hal ini bertujuan untuk memberikan data apabila akan dilakukan perbaikan kualitas sarana dan prasarana serta pemanfaatan energi tenaga air.

Tidak hanya potensi ruang saja yang kami temukan selama trekking di Banjar Alas Perean ini, beberapa permasalahan berupa pelanggaran tata guna lahan juga ditemukan di sini. Keberadaan dua villa yang konon dimiliki oleh warga asing secara langsung telah merusak lanskap hijau, tata ruang, dan lingkungan alam banjar ini. Mereka membangun villa di tengah areal persawahan. Keberadaan potensi air yang dimiliki banjar ini juga terancam dengan dibuatnya tangki penampungan air yang cukup tinggi. Oleh karena itu, harus dipikirkan bagaimana agar pelanggaran seperti ini tidak terjadi lagi.


(villa di tengah hijaunya hamparan sawah)

Perjalanan panjang yang cukup melelahkan ini tidak terasa telah dilalui, dari kegiatan ini banyak pelajaran yang kami dan rekan-rekan ambil dan lakukan, misalnya belajar mengukur, menghitung volume, membaca arah angin dengan kompas, belajar tentang ruang desa (mengenal dan merasakan ruang dan strukturnya) dan masih banyak lagi.

Trekking pemetaan partisipatif ini pun berakhir di batas selatan banjar, yaitu di koordinat 8° 27’ 1” LS dan 115° 9’ 35” BT.

Trekking pemetaan di Banjar Alas Perean ini tidak akan berjalan apabila tidak adanya partisipasi yang aktif dari rekan-rekan pemuda (Eka, Ngawan, Nuning, Colin, Citra), sobat-sobat cilik (Martha, Chandra, dkk), dan tentu saja masyarakat Banjar Adat Alas Perean (yang diwakili oleh Pak Made Wetru selaku Kelian Adat, Pak Wayan Wetra, Pak Wayan Rantam, dan Pak Ketut Wartama). Matur Suksma. . .

Thursday, September 18, 2008

2nd Week

14.07.2008

Setelah trekking sehari sebelumnya, hari ini kami istirahat. Tiba-tiba muncul ide untuk mempromosikan potensi wisata Desa Geluntung. Kami diberi tugas oleh Bli Agung untuk membuat desain leaflet dan postcard sebagai media promosi. Untuk paket dan minat wisata yang akan ditawarkan, kami melakukan brainstorming dengan menuliskan di papan kertas (flip-chart) yang berada di ruang tengah pondokan kami.
Beberapa diantaranya:
• Wisata kuliner
• Trekking dan safari sepeda
• Perang lumpur
Bird watching
Flying monkey (meluncur dari pohon ke pohon menggunakan tali)
Paintball and air soft gun
• Pertunjukan kesenian anak-anak
• Piknik di pematang sawah


(flipchart, media brainstorming)

Brainstorming dengan menulis di papan kertas ini masih berlangsung sampai posting ini diluncurkan dan akan terus mengalir ide-ide baru yang nantinya akan di seleksi dan dirumuskan dalam output draft rural design.

Dari ide-ide paket wisata diatas, maka dapat dicari dan ditentukan lokasi-lokasi strategis/ ‘hot spot’ yang kemudian dipaparkan dalam grafis dan peta. Lokasi-lokasi tersebut antara lain lokasi:
• Kuliner
• Jalur trekking
• Hasil-hasil alam
• Potensi Alt.NRG (alternative energy) : solar, water, wind, etc
• Mata air dan aliran air
• Lokasi perang lumpur & pancuran untuk membersihkan badan
Seperti ide-ide paket wisata, pemetaan hot spot ini juga masih akan berkembang (^_^)v

Sore harinya, Danar dan Atrid diajak anak-anak desa (Yuda, Nova, Bayu, Candra dan Manik) keliling banjar Geluntung Kaja. Kami berjalan dengan riang ke arah timur laut, kemudian ke selatan mengikuti jalan sampai ke perbatasan dengan Desa Marga. Kemudian kami membelokkan rute ke barat melewati sawah, lapangan, sungai kecil dan tembus di pekarangan rumah Yuda. Jalan-jalan sore ini bisa dibilang sebagai salah satu petualangan kecil kami yang mengasyikkan bersama anak-anak setempat.

15.07.2008


(Upacara Mapepasaran di Bale Banjar)

Hari ini ada upacara adat Mapepasaran di bale banjar Geluntung Kaja. Upacara ini masih termasuk dalam rangkaian upacara agung Melaspas, Mendem dan Ngenteg Linggih. Harusnya upacara ini dimulai pukul 09.00, tapi karena beberapa hal maka upacara baru dimulai pukul 10.00.


(Ritual Mapepasaran di Beji)

Kami bertugas mendokumentasikan prosesi upacara tersebut, dan mewawancarai kepala adat, Bapak Sumatera. Upacara ini bertujuan untuk mensucikan alat-alat yang dipakai untuk upacara di mata air suci / beji.

Setelah upacara selesai, kami pun dengan terburu-buru segera berangkat ke Taman Pujaan Bangsa Candi Margarana untuk mengikuti Musyawarah Antar Desa (MAD) II yang diadakan oleh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM-MP).




(suasana Musyawarah Antar Desa)

MAD II ini membahas topik penyusunan dan penetapan peringkat usulan desa (prioritas kegiatan yang diusulkan oleh desa). MAD dihadiri oleh: Camat Marga, perwakilan dari 15 desa yang ada di Kecamatan Marga, pengurus BKAD (Badan Kerjasama Antar Desa), dan Tim dari PPK (Program Pengembangan Kecamatan) antara lain: PjOK (Pejabat Operasional Kecamatan) Marga, Fasilitator Kecamatan Marga, dan Fasilitator Kabupaten Tabanan. Selanjutnya, Musyawarah Antar Desa III akan dilaksanakan pada tanggal 31 Juli 2008.


(bersama Agus Wes dan temannya,Connie)

Sore harinya di Roemah KAYON, kami kedatangan tamu, Agus Wes, seorang aktivis Greenpeace yang juga tergabung dalam Rainbow Warrior. Beliau bercerita dan berbagi pengalamannya dalam upaya penyelamatan lingkungan, hal yang sekarang ini menjadi fokus perhatian dunia. Berbagai isu kerusakan lingkungan baik di dalam maupun luar negeri membuat aktivis Greenpeace gencar untuk berupaya mengampanyekan dan menghentikan usaha pengrusakan lingkungan.

16.07.2008

Pagi hari, kami ke Kantor Perbekel Geluntung untuk membuat surat undangan sosialisasi kegiatan pemetaan yang akan dilaksanakan pada hari Minggu (20/7). Tim ARD merencanakan pemetaan akan dilakukan di dua banjar adat sekaligus, yaitu Alas Perean dan Geluntung Kelod, sehingga sosialisasi akan ditujukan kepada Kelian Dinas, Kelian Adat, Pekaseh Subak Alas Perean dan Geluntung Kelod.
Namun, dikarenakan wilayah banjar adat Alas Perean sangat luas dan dibutuhkan pemetaan yang detail, maka pemetaan untuk hari Minggu hanya dilakukan di banjar adat Alas Perean saja.

Sepulangnya dari Kantor Perbekel, kami langsung mengerjakan tugas individu, Atrid mengedit video, Rani membuat desain leaflet dan memetakan jalur trekking serta memplotting hasil cek koordinat GPS banjar Umabali, dan Danar menkonversi angka koordinat hasil pemetaan yang dilakukan dengan GPS.

17.07.2008


Di Bale Banjar Geluntung Kaja pada pukul 09.00 WITA ada gotong royong untuk mempersiapkan Karya Agung Melaspas, Mendem, dan Ngenteg Linggih, kegiatan gotong royong ini disebut Nyamuh. Pada kesempatan ini, tim ARD menyempatkan diri untuk mendokumentasikan jalannya kegiatan Nyamuh.




(suasana gotong-royong Nyamuh di Bale Banjar)

Setelah melakukan pendokumentasian, tim langsung kembali ke Roemah KAYON untuk mengerjakan tugas masing-masing: Atrid menambah isi tulisan yang akan di upload di blog, Rani membuat logo tulisan “Geluntung” yang kemudian akan dimasukkan dalam desain leaflet, dan Danar mendesain kartu pos (post card).

18.07.2008

Pada pukul 09.00 WITA, Danar dan Rani berada di Kantor Perbekel Geluntung untuk menemui perangkat desa dengan maksud meminta bantuan untuk menemani kami berdua menyampaikan surat undangan sosialisasi ke Perangkat Adat Banjar Alas Perean. Namun, dikarenakan Perangkat Adat Banjar Alas Perean sedang berada di kantor masing-masing, kami berdua pun hanya menyampaikan ke rumah Kelian Dinas Geluntung Kelod (Banjar Adat Alas Perean secara administratif berada di Banjar Dinas Geluntung Kelod).

Kebetulan Atrid berada di Kuta karena ibunya datang. Selama disana Atrid menyempatkan untuk memposting artikel ke dalam blog (updating).

Selanjutnya, Danar, Rani, dan Bli Agung meluncur ke warnet di Kota Tabanan untuk melengkapi foto satelit wikimapia banjar adat Alas Perean dan sebagian banjar Umabali. Selain mendownload kepingan foto satelit, kami juga mencocokan hasil cek kooordinat pemetaan dengan GPS dan koordinat yang ditunjukkan di foto satelit wikimapia. Jam 12.30 WITA kami bertiga menuju Kampung Jawa, Tabanan. Disana Danar menunaikan solat jumat di Masjid Agung, sedangkan Bli Agung dan Rani ke XL Center untuk memperbaiki SIM Card ponsel.

Kemudian, makan siang di warung milik Bli Gede yang berseberangan dengan Kantor Bupati Tabanan. Pada saat itu, kami tidak sengaja membaca artikel di salah satu koran yang memuat adanya kegiatan pameran fotografi arsitektur yang diadakan oleh mahasiswa Jurusan Arsitektur Universitas Udayana di Danes Art Veranda (galeri milik arsitek Popo Danes). Kami kemudian merencanakan untuk berkunjung ke sana malam harinya.

Pukul 16.00 WITA, tim ARD ditemani Bli Agung, Bli Made, dan Nuning berkunjung ke rumah Kelian Adat Alas Perean, Pak Wayan Wetru, untuk menyampaikan kegiatan trekking dan pemetaan pada hari Minggu (20/7). Namun, Pak Wetru masih berada di Tabanan, sehingga kita berniat untuk menemui beliau keesokan harinya (Sabtu, 19/7).

Sore menjelang malam, tepatnya pukul 18.00 WITA, Volkswagen Safari Bli Agung berpenumpangkan Danar, Atrid, Rani, dan dua teman kami dari Banjar Geluntung Kaja (Ayu dan Puri) segera bergerak ke galerinya Popo Danes untuk melihat pameran fotografi arsitektur yang mengangkat tema “Dialog of The City”.

19.07.2008

Pada pukul 07.00 WITA, kami bergegas menuju SD No. 2 Marga untuk menemui Pak Wayan Wetru, Kelian Adat Banjar Alas Perean untuk menyampaikan rencana trekking dan pemetaan di Banjar Alas Perean besok Minggu (20/7). Pak Wayan Wetru menyambut positif kegiatan kami dan siap ikut serta dalam pemetaan.