This is an official blog of Adventurer Rural design project (ARD project), a participative village mapping and planning project that held by 3 students of Urban and Regional Planning program of Gadjah Mada University under KAYON Foundation. The project is taking place in Geluntung village, Marga, Tabanan, Bali. Mapping process is participative which involved village apparatus, youths, and kids. All written in this blog is the progress during the practical study.

Thursday, September 18, 2008

Netegang Beras Pengalang Sasih

09/07/2008

Wawancara dengan Pak Sumantra

Upacara hari ini secara tidak resmi dinamakan upacara Netegang Beras Pengalang Sasih. Upacara ini merupakan rangkaian upacara pembuka yang kedua. Upacara ini bertujuan mensucikan diri dan peralatan dan upakara banten yang akan digunakan hingga rangkaian puncak yang akan diadakan pada tanggal 26. Dari tiga tingkatan upacara yang ada (rendah,madya, utama), upacara yang dilakukan mengambil tingkatan madya atau menengah. Upacara ini bertujuan menjaga keseimbangan alam atas dan alam bawah. Rangakaiannya berupa Melaspas, Mendem dan Ngenteg Linggih. Melaspas bertujuan untuk mensucikan fisik semua bangunan serta peralatan yang akan digunakan dalam upacara. Mendem sebagai fondasi dari bangunan fisik, sedangkan Ngenteg bertujuan untuk supaya Sang Hyang Widhi tetap berstana di tempat ini.

Adapun upacara ini siklusnya diadakan setiap 10 tahun sekali. Namun karena ada beberapa halangan, upacara kali ini dilaksanakan sekitar 20 tahun setelah upacara terakhir dilaksanakan. Lingkup dari upacara ini adalah Banjar Geluntung Kaja. Upacara ini dilakukan dengan melibatkan seluruh lapisan dan komponen masyarakat Geluntung Kelod.

Salah satu perlengkapan upacara ini adalah Sunari. Secara fisik Sunari terbuat dari batang bambu yang diberi lubang sehingga menghasilkan suara dengan frekuensi tinggi. Sunari dibuat sebanyak 5 buah dan pada masing-masing ujungnya diberi kain (disebut juga Kober) yang warnanya berbeda sesuai dengan arah mata angina. Merah untuk Selatan, Hitam untuk Utara, Kuning untuk Barat, Putih untuk Timur dan Panca Warna untuk arah Tengah. Bambu yang digunakan untuk membuat Sunari adalah bambu yang disebut “tiing tamlang” yang sudah agak tua. Alasan penggunaan bambu yang agak tua adalah agar tidak mudah patah terkena angin. Bunyi nyaring yang ditimbulkan oleh Sunari diharapkan dapat membuat Ida Bathara bersedia berstana di tempat itu.

Selain upacara ini yang dilaksanakan setiap 10 tahun sekali, terdapat beberapa upacara dengan skala yang lebih kecil yang diadakan setiap bulannya. Biaya serta perlengkapan yang digunakan dalam upacara ini diusahakan secara swadaya oleh masyarakat. Setiap kepala keluarga yang ada dikenakan sumbangan sebesar lima puluh ribu rupiah (terdapat sekitar 150 KK di Banjar Gluntung Kaja. Kemudian dari jumlah tersebut akan ditambahkan dengan dana yang tersedia di banjar. Total dana yang dihabiskan sekitar 30 juta rupiah. Biaya tersebut di luar tambahan peralatan yang disediakan secara sukarela oleh masyarakat. Termasuk di antaranya masing-masing KK menyediakan satu batang bambu yang digunakan untuk membangun shelter tempat bekerja selama upacara berlangsung.

Lanjutan dari upacara pada hari ini adalah Upacara Mapadapada yang akan dilakukan pada tanggal 24 dan 25 Juli 2008. Upacara ini dilakukan untuk mensucikan dan membersihkan hewan-hewan yang akan dipersembahkan sebagai yadnya. Rangkaian upacara ini juga akan dilanjutkan dengan “ngiring” ke Danau Beratan pada tanggal 29 Juli 2008.

(rani)

0 comments: